Jika orang beranggapan museum adalah tempat yang dingin dan
membosankan, maka tidak bagi saya. Salah satu destinasi wisata yang saya
senangi adalah museum. Beruntung sekali, itinerary Petualang
ACI 2011 dari Tim Jawa II (Jawa Tengah-DIY) memuat dua museum, yaitu
Museum Rangga Warsita dan Museum Jamu Jago. Saya sudah membayangkan,
akan ada banyak benda-benda kuno, aneh, unik, dan pastinya langka bisa
disaksikan di kedua museum itu.
Sekarang saya ingin
berbagi cerita saat berkunjung ke Museum Rangga Warsita. Terletak di
Jalan Abdul Rahman Saleh No. 1 Semarang, museum ini saya datangi bersama
Niken dan Mas Nafik, pendamping kami. Sayangnya, hari itu (Selasa,
4/10, 2011) Amanda harus beristirahat di hotel karena kondisinya ngedrop.
Jadilah kami pergi
bertiga saja. Patung Arjuna dengan kereta kencana di depan museum tampak
menyolok dengan warna terangnya menyambut kami. Untuk tiket masuk,
Museum Rangga Warsita mematok harga Rp. 3000,- per orang.
Begitu mengunjungi
museum ini, saya sempat berpikir, mungkin inilah "zaman edan". Sekarang!
Zaman yang diramal oleh tokoh yang menginspirasi pemberian nama museum
ini, Raden Ngabehi Rangga Warsita. Dia adalah pujangga Keraton
Surakarta. Rangga Warsita yang hidup di kurun waktu 1802 sampai 1873 ini
meramalkan akan adanya zaman edan atau zaman (serba) gila.
Ramalan ini tertuang
dalam Serat Kalatidha dan kutipannya terpampang di pendopo museum.
Kondisi bangsa kita sekarang memang di titik nadir yang mengkhawatirkan.
Budaya mulai ditinggalkan, agama dilecehkan, dan kemanusiaan setra
hukum diremehkan.
Terlepas boleh atau
tidaknya memercayai sebuah ramalan. Bagi saya perkataan Rangga Warsita
tetap berkesan positif. Rangga Warsita dengan kedalaman pikirannya
menegur kita untuk mawas diri. Tidak lupa diri dan membuat nilai kita
sebagai manusia hancur. Nah, mengapa kita abai terhadap sebuah teguran
yang baik?
Ini sangat relevan
dengan Indonesia yang krisis identitas, meski mengaku berbudaya luhur.
Krisis kepercayaan, meski pejabat berbusa-busa mengaku apa-apa demi rakyat. Krisis keamanan dan harga diri, karena duit haram menjadi panglima yang membuat seseorang kuat. Memprihatinkan.
Tentang Museum Rangga
Warsita, saya menyimpulkannya sebagai tempat yang mendokumentasikan
jejak-jejak budaya bangsa, terutama yang berada di Jawa Tengah. Museum
ini mulai dibangun tahun 1975 dan dibuka untuk umum 2 April 1983. Di
dalamnya memuat artepak peninggalan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah.
Koleksi produk budaya seperti arsitektur, senjata tradisional keris,
batik, keramik, gerabah, candi, wayang, dan sebagainya dirawat dengan
baik.
Gaya rumah joglo
dengan pahatan yang sangat rumit bisa kita temukan di Museum Rangga
Warsita. Perjalanan budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah pun terekam
dengan lengkap. Dari sinilah kita bisa mengetahui tradisi dan budaya
bangsa yang bernilai dari masa ke masa. Di mana perjalanan identitas
Jawa dimulai dari kerajaan bercorak Hindu-Buddha dengan peninggalan
beragam candi yang tersebar di berbagai pelosok Jawa dan beberapa tempat
di Indonesia. Baru kemudian beralih ke masa kerajaan Islam, di
antaranya Kerajaan Demak dan Kudus.
Beberapa koleksi
museum yang luasnya 1, 8 hektar ini ternyata tergolong langka. Saya
mengamati dengan seksama koleksi berharga tersebut. Beberapa di
antaranya Arca Kudu dari Batur Banjarnegara dan koleksi aneka wayang
untuk cerita Kidang Kencana dari zaman Mangkunegara IV.
Saya juga terpesona
dengan koleksi relief cerita Ramayana yang dipahat terlihat seperti tiga
dimensi dengan tingkat ketelitian yang rumit. Tergambar jelas
adegan-adegan legenda Ramayana dengan estetika seni tinggi. Data
terakhir, jumlah koleksi milik Museum Rangga Warsita adalah 59.784 unit.
Ada empat bagian gedung yang menceritakan koleksi-koleksi itu
berdasarkan zaman yang berbeda.
Sebuah pengalaman yang
sangat berharga bagi saya berada di sini. Mengunjungi museum yang
membuat saya berdecak kagum. Ternyata bangsa kita sangat kaya dengan
budaya. Ini baru membicarakan budaya Jawa Tengah. Sementara keragaman
budaya nusantara tak terhitung jumlah dan ragamnya. Tentang ini, tentu
ada sepakat dengan saya bukan?
No comments:
Post a Comment